Sabtu, 24 Maret 2012

Selayang Pandang PETI di Sungai Ayak

Jika anda berkesempatan untuk berkunjung ke Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, maka melewati kawasan ibu kota kecamatan tepatnya di Desa Sungai Ayak yang terletak di pinggiran Sungai Kapuas, anda akan disuguhi pemandangan areal yang rusak  akibat pertambangan emas rakyat hampir di seluruh tempat yang dulunya adalah kawasan hutan.  Lihat saja foto satelit yang di unggah di GoogleEarth berikut ini pada lokasi   0° 7'42.81"U dan 111° 4'51.81"T.  Ditaksir tidak kurang dari 900 hektar hutan yang telah berubah menjadi kolam dan padang pasir di Sungai Ayak.

 Beberapa titik areal hutan yang rusak akibat pertambangan emas rakyat di Desa Sungai Ayak dan sekitarnya

Sebenarnya tidak hanya di Sungai Ayak saja terjadi kerusakan hutan (deforestasi) akibat pertambangan emas.  Terdapat puluhan titik di sepanjang tepian sungai Kapuas yang bernasib serupa, dan menjadi salah satu penyebab sungai Kapuas semakin keruh dan terancam tercemar logam berat seperti mercury.

Sungai Ayak sendiri memiliki sejarah panjang penambangan emas, beberapa sumber menyebutkan bahwa emas telah ditemukan di kawasan ini lebih dari 200 tahun yang lalu.  Ini dibuktikan dengan adanya kampung yang dihuni oleh keturunan orang Jawa yang di bawa Belanda pada masa penjajahan untuk dipekerjakan sebagai buruh tambang, tepatnya di kampung Padung Jawa.  Padung sendiri artinya kolam besar atau danau.  Konon dulunya lokasi Padung adalah adalah sebuah bukit,  karena terus-terusan ditambang dengan cara dikeruk akhirnya menjadi kolam besar atau danau, sehingga tempat tersebut diberi nama Padung. Di tempat itu juga terdapat bangkai mesin uap berbentuk lokomotif untuk menyedot air sungai Kapuas ke lokasi penambangan.  Air diperlukan untuk menyemprot tanah sehingga mudah untuk memisahkan butiran emas.

Selama lebih dari 200 tahun, dapat diperkirakan sudah berapa banyak emas yang di hasilkan dari tambang di kawasan Sungai Ayak. Apakah ini berarti bahwa desa Sungai Ayak lantas menjadi desa yang makmur, dengan infrastruktur seperti jalan yang sudah diaspal dan mulus hingga ke dusun-dusun, sekolah dan biaya kesehatan gratis bagi penduduknyaOf course not!.  Desa Sungai Ayak tidak lebih dari desa-desa lainnya di Kalimantan Barat yang miskin akan infrastruktur, sarana pendidikan dan sarana kesehatan. Malahan penduduk desa terancam kekurangan air bersih dan terpapar logam berat mercury.  Tidak ada lagi sumber air yang layak konsumsi, bahkan untuk sekedar mandi.  Penyakit kulit sudah menjadi penyakit yang 'biasa' di sini.  Belum lagi polusi suara dan udara yang ditimbulkan oleh riuh ratusan mesin diesel para penambang tak jauh dari pemukiman penduduk.  

Sungai Yang Tercemar
Salah satu sungai yang tercemar limbah tambang, dulunya sungai ini sangat jernih dan digunakan penduduk untuk mandi dan mencuci.

Hingga detik ini kegiatan pertambangan oleh masyarakat terus berlangsung, ratusan mesin diesel masih terus meraung dan memuntahkan asap tebal setiap harinya.  Sekarang kegiatan mereka lebih dikenal dengan istilah PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin). Dengan alasan untuk sekedar mencari sesuap nasi dan menafkahi keluarga, para PETI dengan leluasa mengobok-obok kawasan yang diperkirakan mengandung emas, bahkan tak peduli jika ratusan hektar hutan secara perlahan habis terkikis.  

Jeck, mesin penambang yang digunakan PETI
Salah satu mesin tambang yang beroperasi

Belum ada yang memprediksi sampai kapan kegiatan penambangan emas di Sungai Ayak akan berhenti. Apakah menunggu hingga tidak ada lagi butiran emas di kawasan tersebut.  Atau menunggu hingga tidak ada lagi arael yang dapat ditambang, karena hanya tersisa kawasan pemukiman dan jalan saja yang tidak bisa ditambang.  

Permasalahan tambang rakyat memang kompleks dan multi dimensi.  Namun akibat yang ditimbulkan selalu sama, baik yang PETI maupun yang mengantongi perizinan (resmi atau tidak resmi!). Kawasan hutan yang rusak, air yang kotor dan tercemar, kesehatan yang buruk.  Bahkan lebih jauh akan berdampak terhadap perubahan iklim global.

Padang Pasir, peninggal PETI. Mau diapakan kalau sudah begini ?


Kawasan hutan yang telah berubah menjadi kolam dan  padang pasir gersang

Apakah kawasan di atas dapat dihutankan kembali? Dapatkah kegiatan PETI dihentikan? Akankah penduduk mendapatkan sungai-nya kembali jernih dan udara bebas polusi? Of course yes!.  Namun tentulah tidak mudah karena memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit.  Diperlukan kesungguhan oleh pemerintah daerah, stake holder, dan pihak peduli lainnya untuk merealisasikan hal tersebut.  Bukankah sebuah keberhasilan besar selalu di mulai dari sebuah langkah kecil!  Ayo, siapa yang hendak memulai!


foto-foto : puskesmassungaiayak.blogspot.com/pribadi

1 komentar:

  1. buat area kawasan wisata sbg kota legenda penambangan emas belanda, yg berisi taman rekreasi, perumahan, hotel, balai konvensi utk hasil bumi kalimantan, pasar terapung sungai kapuas, restoran seafood dari hasil laut setempat, beri lapangan pekerjaan pd masyarakat setempat, ajak investor lokal sbg marketing pd investor luar, ajak pemda setempat sbg pemegang saham utk APBD dan ijin pertanahan, hidupkan sarana akses & transportasi menuju lokasi, pelan2 arahkan penambang ke profesi lain, tutup semua ijin ilegal, undang investor international di area penambangan yg ditunjuk pemda dg semua perjanjian konservasi alam lalu arahkan penambang ilegal ke tambang legal krn mereka hanya pekerja bukan pemilik pelaku pengrusakan hutan, dg adanya asing spt caltex/chevron di kaltim niscaya kalbar akan ramai, perekonomian akan bagus, rakyat akan banyak lapangan pekerjaan yg lebih baik bayarannya dibanding penambang, lama2 akan beralih sendiri, jika sekarang tertibkan siapa yg bisa kasih makan mereka? simalakama, indonesia keluarga besar, kepala keluarga ngurusi bnyk anak, invlasi meningkat sehingga uang saku tidak cukup maka cari tambahan sebagai loper koran,..beginilah gambaran masyarakat kita, harap maklum..

    BalasHapus